DITERPA RASA BOSAN
Libur semester telah tiba. Melihat suasana terkekang dan menakutkan ini membuatku tak bisa menghabiskan waktu berliburku di luar rumah. Kecemasan ini hadir karena adanya pandemi covid-19. Ya, covid, siapa yang tak mengenalnya? Seluruh dunia telah dibuat sibuk oleh kehadirannya. Ialah sang virus yang tak tampak oleh mata namun mampu merenggut nyawa. Telah akrab bersama kita, keberadaan virusnya menuju lebih kurang dua tahun. Di balik itu, cerita jeda akhir semesterku hampir selalu sama yakni berada di rumah bersama ibu dan almarhum ayah, tidak bersama warga sekolah. Banyak keluh kesah akhirnya tercipta tanpa kuminta. Mungkin ini akibat rasa bosan yang kupunya. Rasanya aku seperti hidup di bumi tiada berpenghuni, sunyi dan sepi. Sudah terlalu lama aku diam di rumah. Ditambah dengan adanya PPKM hingga PSBB berbagai level yang terus digaungkan di berbagai media.Tidak cukup itu saja, cerita tugas disepanjang PJJ berhasil membuatku semakin jenuh rasa, jenuh otak, dan jenuh raga. Walaupun begitu, hati kecilku terus menuntunku untuk mengekang diri ini agar tidak berontak demi menemukan jalan lain yang bisa kubuat yang lebih bermanfaat. Jika izin kubuka untuk hati bersuara, seperti inilah katanya “Aku tidak boleh berlarut-larut dalam kebosanan ini, aku harus produktif walaupun hanya di rumah.” Alhasil, kuterus berpikir cara menghabiskan waktu untuk hal yang lebih bermutu.
Di sore hari, ketika matahari mulai menenggelamkan sinarnya, aku pergi ke suatu tempat yaitu di tepi pantai. Tempat biasa yang sering kudatangi. Bersama udara segar aku mulai termenung memikirkan cara tuk bisa melangkah dan menghabiskan waktu liburku dengan hal yang berguna. Hampir satu jam kutermenung sendiri dengan menatap air laut yang tenang hingga akhirnya aku dihampiri oleh sosok laki-laki paruh baya. Ia mengenakan pakaian yang kumal dengan bau badan yang menyengat. Aku terdiam dan berkata dalam hati ”Siapa dia? Jangan-jangan orang gila,” pikirku. Laki-laki itu dengan wajah lelah duduk di sebelahku. Aku tak menyapa karna kupikir dia tak mau bicara. Tapi tak disangka, ternyata dia dengan ramah menyapaku.
“Permisi, Nak. Sedang apa kau sendiri di sini?” tanya laki -laki paruh baya itu padaku dengan senyumannya yang lebar.
“Iya, Pak. Saya hanya duduk di sini sambil menikmati indahnya matahari terbenam,” jawabku dengan nada sedikit malu-malu.
“Oh begitu, boleh saya duduk di sini, Nak?” tanyanya. “Ya, tentu boleh” sahutku.
Sudah cukup lama aku dan laki-laki paruh baya itu duduk di batu besar sambil melihat lautan luas. Aku melihat dirinya yang tua dan rapuh itu jadi teringat almarhum ayahku. Namun kucoba tak melamun lama hingga akhirnya dengan rasa canggung aku menyapa dan mengajaknya bicara.
“Bapak sedang menunggu seseorang?” tanyaku dengan canggung.
“Tidak, saya hanya lelah berjalan jauh untuk mencari barang bekas. Saya ingin istirahat dulu” jawab pria paruh baya itu dengan suara lirih.
“Wah, dugaanku ternyata salah. Dia bukan orang gila” kataku dalam hati.
“Pantas saja, wajah bapak terlihat sangat lelah” ujarku.
“Iya, Nak, maklumi saja” saut pria itu.
“Apa bapak masih ada keluarga? ” tanyaku.
“Masih, bapak tinggal bersama istri dan 4 orang anak” jawabnya.
“Kalau boleh tau, apakah pekerjaan bapak hanya mencari barang bekas?” tanyaku dengan rasa penasaran. “Tidak, Nak. Sebelumnya bapak pekerja kantoran tetapi semanjak ada pandemi covid-19 bapak dirumahkan karena kantor tempat bapak bekerja bangkrut semenjak ada pandemi ini sehingga bapak bingung tidak tahu harus bagaimana dan cari kerja di mana lagi. Banyak perusahaan tidak mau menerima bapak dengan alasan adanya pandemi banyak karyawan yang dirumahkan. Tapi bapak harus semangat dan percaya diri hingga pada akhirnya bapak memilih jalan untuk mencari barang bekas dan bapak kelola sebagai kerajinan tangan. Cara ini bapak lakukan agar bapak bisa tetap menyambung hidup keseharian. Bapak manfaatkan barang bekas ini menjadi produk yang bisa dimanfaatkan lagi, bisa didaur ulang atau bapak jual ke pengepul barang bekas. Bapak memanfaatkan waktu luang agar lebih produktif. Bapak sebagai kepala keluarga harus menafkahi keluarga. Dari produk dan hasil kerajinan tangan bekas itu bapak mencoba terus bertahan untuk selalu bisa makan” jawabnya dengan pelan penuh harapan.
Aku terkejut dan merasa malu mendengar itu. Iya, aku yang hanya di rumah saja tiada bekerja telah banyak mengeluh. Sementara ada ayah dari anak-anak lain sedang bersusah payah mencari upah demi keluarganya. Tidak terasa mata ini turut berkaca-kaca saat membayangkan seolah dia ayahku yang berjuang demi keluargaku. Aku sungguh-sugguh malu pada diriku sendiri. Namun, aku kemudian sadar. Aku tidak boleh menunjukkan raut kesedihan jika ingin memberi semangat dan dukungan pada sosok laki paruh baya itu.
“Saya sangat bangga padamu, Pak. Bapak di usia yang tak lagi muda ini masih memiliki jiwa dan semangat berusaha yang tinggi” ujarku dengan bersemangat sumbringah.
“Iya nak, kita hidup di dunia ini bukan untuk mengeluh dan bermalas-malasan. Apalagi kita sekarang berada di situasi seperti sekarang ini, semakin sulit untuk hidup.” Jelasnya.
“Iya benar pak”
“Kau ada masalah apa nak? wajah mu terlihat murung dan bingung?” tanya pria paruh baya.
“Tak ada masalah pak, hanya saja aku sedang memikirkan cara bagaimana aku bisa menggunakan waktu ku dengan tak sia-sia, sekarang aku sedang libur semester tak ada kegiatan lain selain aku belajar. Aku sudah cukup bosan untuk terus diam dirumah tanpa menyibukan diri dengan hal yang berguna, Waktu ku habis begitu saja dengan sia-sia”. Jawabku dengan resah.
“Kenapa kau tak pergi main atau liburan bersama teman-teman mu?” tanya nya.
“Mereka tak mendapat izin untuk keluar rumah oleh orang tua mereka karena adanya pandemi dan ditambah lagi adanya ppkm yang di perpanjangan jdi jalanan sepi tempat tongkrongan tutup lebih awal.” Jawabku.
“Kenapa kau tak coba mencari kerja untuk mengisi waktu luang?”
“Sudah ku coba pak, aku sudah melamar di beberapa perusahan dan rumah makan tapi tak ada panggilan sampai sekarang.”
“Malang sekali, kau masi muda sayang kalau waktu mu terbuang sia-sia. Coba mulai sekarang kau mulai membuat rencana untuk tujuan mu kedepannya. Kau harus semangat jangan mengeluh atas keresahanmu,Banyak orang di luar sana yang mengalami seperti dirimu dalam situasi pandemi ini. Tapi kau anak muda, jangan hanya menjadi patung di tengah krisisnya dunia, kau punya akal ,kau punya kemampuan. Buktikan dirimu bisa! Bisa menjadi agen perubahan di tengah kehidupan pandemi covid -19 ini.”
Dukungan yang di lontarkan dari laki-laki paru baya itu membuat diriku menjadi semangat dan yakin bahwa aku bisa memanfaatkan waktu libur ku dengan sebaik-baiknya.
Aku pun pada akhirnya meminta saran pada laki-laki paru baya itu untuk ku agar aku bisa menggunakan waktu libur ku dengan hal yang bermanfaat.
“Apa bapak punya saran untukku agar aku bisa menggunakan waktu libur ku dengan hal yang bermanfaat? ” tanya ku.
“Saran bapak,jika dirimu suka menulis karanglah sebuah cerita sehingga kau bisa menjadikan cerita itu sebagai motivasi semua orang atau Barang bekas pun bisa kau sulap menjadi wadah, pajangan, atau koleksi.
Melakukan kegiatan ini dapat meningkatkan kreativitas. Sedangkan kreativitas yang tinggi dapat melatih untuk menggunakan ide-ide baru dalam memecahkan masalah yang tidak terduga nantinya.” saran bijak pria paruh baya itu. Saran yang di berikan oleh laki-laki paruh baya itu aku terima dengan baik,dan aku sudah memiliki rencana apa yang akan aku lakukan untuk menghabiskan masa libur ku.
Sang kala menuju petang. Ke rumah, kuputuskan untuk segera pulang. Tak lupa ucapan terima kasih kusampaikan pada pria paruh baya yang sudah mendengarkan banyak keluh kesahku itu. Namun, ia tetap mendukungku bahkan turut menyumbang saran terbaiknya hingga aku bisa bersemangat kembali. Hari-hari ini kujalani dengan percaya diri berimbang dengan semangat tinggi. Masa berlibur ini kuisi dengan kegiatan menulis dalam bahasa melankolis hingga jadi bukti imaji dan kreativitas yang mulai kuretas. Menulis adalah caraku mengisi masa libur di tengah situasi pandemi covid seperti ini. Bahasa tulisku itu terekam dalam wujud cerpen, puisi, bahkan buku harian. Jumlahnya cukup banyak. Kuberharap suatu saat kumpulan ceritaku di masa pandemi ini bisa kubuka dan kubaca kembali sebagai jejak dan pengingatku bahwa aku pernah hidup di masa pandemi dalam aktivitas yang tak sia-sia.
Sumber: https://hmjkomunikasi.fisip.unila.ac.id/read/2629/cerpen-diterpa-rasa-bosan/