MASA MUDA MAU PACARAN?
PACARAN SEHAT DONG!
Masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan organ-organ fisik, emosi dan psikis disebut masa remaja. Masa remaja, yaitu masa usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut masa pubertas. Di masa pubertas ini, tidak jarang lagi seorang remaja tertarik atau naksir kepada lawan jenisnya. Tapi, ketika mereka memutuskan berpacaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni berpacaran dengan sehat. Memang, ini kembali lagi dengan nilai-nilai agama yang dianut masing-masing keluarga. Tapi, apa itu pacaran yang sehat?
Psikolog anak dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan, Adisti F Soegoto menjelaskan pacaran sehat adalah pacaran di mana pasangan bisa sama-sama tumbuh, salig menghargai, dan belajar. Kemudian, bagaimana keduanya bisa jadi sosok yang lebih baik. Sayangnya, wanita yang akrab disapa Adis ini melihat pacaran gaya remaja sekarang amat kompleks. Gimana menurut Bunda?
“Coba perhatikan pola remaja pacaran. Ada yang pacarannya yang enggak sehat. Di mama ketika dua menit belum balas WhatsApp, langsung diteror, ‘Kamu ke mana’, ‘Kamu selingkuh’. Pokoknya kemana-mana harus lapor. Itu sehat enggak? Enggak kan?” kata Adis.
Menurutnya, pacaran yang enggak sehat terlihat dari pola hubungannya. Salah satu pihak terlalu dominan, ada pihak yang menekan pihak lain, atau terlalu mengekang.
“Pacaran yang sehat itu hubungan yang saling menghargai satu sama lain. Itu pondasinya,” ujarnya menegaskan.
Dalam buku berjudul 1001 Cara Bicara Orang Tua dengan Remaja dari BKKBN dan John Hopkins Center for Communication Programs juga disebutkan ketika anak berpacaran, hal penting yang perlu orang tua lakukan. Disebutkan, orang tua perlu memberi pemahaman pada anak bahwa ada serangkaian perilaku yang perlu dihindari.
Sebab, bisa membawanya pada hubungan intim, atau hubungan badan yang baru boleh dilakukan setelah resmi menjadi suami istri. Remaja perlu mengenali apa saja perilaku ini agar mereka bisa mengelola dan menjaga diri. Sehingga, tidak berlanjut pada perilaku yang belum boleh dilakukan. Orang tua juga bisa menyisipkan nilai keluarga, sosial, agama, atau batas kesiapan usia dan mental anak saat menjelaskan hal tersebut.
Persepsi masyarakat dalam pacaran pasti beranggapan bahwa pacaran akan memberikan dampak negatif, misalnya mengganggu konsentrasi belajar, terjadinya kekerasan dalam pacaran, dsb. Padahal dampak positif atau negatif itu ditentukan dari relasi sehat atau tidaknya yang dijalani oleh pasangan. Relasi yang sehat dalam berpacaran akan membawa pasangan pada kehidupan yang progresif dan suportif loh. Bukan hanya itu saja, relasi yang sehat dalam berpacaran juga akan bermanfaat juga bagi perkembangan dirimu sendiri. Menurut Arifin (dalam Qiem, 2015) relasi hubungan yang sehat dalam berpacaran akan menimbulkan dampak positif, yaitu meningkatnya prestasi, dapat meningkatkan interaksi sosial dengan orang lain, dapat mengontrol emosi dengan baik, terjalin hubungan yang mengasihi, menyayangi, dan menghormati. Selain itu, terdapat dampak psikologis relasi sehat dalam pacaran yaitu, mengurangi resiko gangguan mental, dapat mengurangi stres, mengurangi rasa nyeri tubuh, dan membuat hidup menjadi lebih bahagia.
Lalu, apa saja tanda-tandanya kalau hubungan pacaran termasuk sehat?
1. Tidak ada yang lebih mendominasi atau pengendalian
Maksudnya, pacaran yang sehat harus menempatkan kedua kekasih sebagai sosok yang sejajar atau seimbang. Sepasang kekasih dengan hubungan yang sehat akan memiliki pendapatnya masing-masing dan keduanya saling menghormati satu sama lain.
2. Tidak menuntut pasangan untuk membahagiakannya
Salah satu tanda hubungan yang sehat adalah saat sepasang kekasih sama-sama memiliki anggapan bahwa kebahagiaan datangnya dari diri sendiri. Bukan menganggap pasangannya sebagai sumber kebahagiaan dan pasanganlah yang bertanggung jawab untuk membuat dirinya bahagia. Kesadaran bahwa kebahagiaan datang dari diri sendiri bisa membuat keduanya tidak saling berharap terlalu tinggi. Justru, keduanya akan sama-sama memiliki inisiatif yang tinggi untuk terus mengembangkan dan memperbaiki diri agar bisa lebih bahagia, bukannya justru sibuk “memperbaiki” pasangannya.
3. Saling menghargai batasan masing-masing
Pacaran yang sehat adalah pacaran yang bebas dari paksaan. Karena itu, penting bagi setiap pasangan untuk menentukan batasan-batasan yang diinginkan. Misalnya batasan fisik seperti tidak mau dicium. Dalam pacaran yang sehat, bila satu pihak sudah menyatakan bahwa dirinya tidak mau dicium, pasangannya wajib menghormati batasan tersebut dan tidak memaksa dengan cara apa pun, termasuk dengan cara manipulasi seperti berjanji untuk menikahinya.
4. Mampu mengelola konflik dengan baik
Dalam hubungan yang sehat, konflik bukan dianggap sebagai akhir dari segalanya. Konflik justru diterima sebagai bagian alami dari kehidupan. Jika Anda dengan pasangan Anda bisa selalu menangani konflik dengan kepala dingin hingga masalah diselesaikan, inilah salah satu tanda bahwa hubungan Anda berdua merupakan hubungan yang sehat. Namun, bila setiap kali muncul konflik Anda dan pasangan saling mengancam putus atau menggunakan kekerasan (baik itu verbal maupun fisik), inilah tanda hubungan Anda justru bersifat toxic atau beracun.
5. Mengutamakan komunikasi dan mau medengarkan
Selalu terbuka dalam berkomunikasi dan mau mendengarkan pasangan merupakan ciri yang dimiliki orang dengan hubungan pacaran yang sehat. Sepasang kekasih yang menjalin hubungan sehat akan sadar bahwa apa yang ada di pikiran mereka masing-masing hanya diri mereka sendirilah yang tahu. Karena itu, kemampuan berkomunikasi dan mendengarkan menjadi hal yang penting bagi pasangan tersebut. Pacaran akan jadi bermasalah bila masing-masing pihak merasa bahwa ia tidak perlu menyampaikan keinginannya karena harusnya pasangannya sudah tahu apa saja yang ia inginkan, tanpa diberi tahu.
Sumber:
https://hellosehat.com/mental/hubungan-harmonis/pacaran-yang-sehat/